Selasa, 22 Mei 2012

Cara Jitu Memanfaatkan Waktu


Temen-temen mari kita sama-sama memanfaatkan waktu dengan baik yuk. Sebagaimana kita ketahui dengan baik, banyak orang sukses di dunia ini lahir karena dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Betul tidak it,,,?? He he he. Bagi sebagian orang memanfaatkan waktu adalah hal sangat penting untuk diterapkan, namun lebih banyak orang secara kenyataannya tidak bisa menghargai waktu dengan baik. Jika kita salah satu orang yang sudah bisa menghargai waktu maka tetap terus pertahankan dan kembangkan. Tapi jika kita tipikal orang yang belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik, maka sebaiknya segeralah merubah kebiasaan yang jelek tersebut.
Banyak hal yang dapat kita capai jika kita dapat memanfaatkan waktu. Secara teori mungkin sudah banyak orang yang mengetahui bahwa menghargai waktu itu adalah sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang sangat vital peranannya, namun untuk mempraktekannya dalam sehari-hari susah-nya minta ampun, selama saya  di Asrama Mahad Al-Jami’ah saya merasakan sedik waktu saya dapat ter koordinir dengan baik, untuk temen-teman gimana nihhhhhhh??
Salah satu cara terbaik agar kita dapat dengan benar menghargai waktu adalah dengan membuat jadwal dari aktivitas yang akan direncanakan dilakukan. Terus letakan dimana kita selalu melihatnya, seperti di depan capboard or on the door,,,. Di-era sekarang sudah canggih dan sudah banyak berbagai macam fasilitas untuk menyusun suatu jadwal yang kita inginkan seperti PDA, komputer dan masih banyak jenis alat penunjang lainnya. Tapi sayangnya jadwal yang telah kita buat dengan rapi tersebut terkadang masih sering meleset atau tidak berjalan dengan baik.
Baik, berikut ini tips sederhana cara jitu memanfaatkan waktu dengan baik dengan menyusun suatu perencanaan jadwal yang lebih baik dan efktif sehingga kita dapat menghargai waktu dengan lebih baik lagi kedepannya:
  1. Usahakan agar setiap menyusun jadwal, untuk setiap waktu yang telah ditentukan telah disiapkan dengan target dan sasaran yang ingin diperoleh. Misalnya jika kita ada jadwal untuk rapat, maka usahkan agar dalam jadwal yang telah kita buat telah dicantumkan apa target dari rapat yang ingin dicapai, sehingga rapat dapat berjalan dengan memakan waktu yang lebih efisien alias tidak molor!
  2. Harus memiliki komitment tinggi untuk tidak menggunakan jam karet. Mungkin kita sudah tau makna dari kalimat tersebut. Sudah menjadi budaya yang jelek di lingkungan kita dengan tidak tepat waktu berdasarkan jadwal yang telah disepakati. Kebiasaan ini tentu sudah kita ketahui adalah kebiasaan yang super jelek yang harus ditinggalkan. Jika kita sudah mebuat jadwal dengan waktu tertentu, maka kita harus mengerjakannya dengan tepat waktu. Kecuali jika memang ada urusan lain yang super penting. Namun perlu diingat, kita harus membuat jadwal yang se-realistis mungkin, sebagai contoh jika kita bisa maksimal sampai di kantor jam 8 pagi, maka jangan membuat jadwal pada jam 7 pagi. Perlu dipertimbangkan faktor halangan lainnya semisal kemacetan, pola bangun pagi dll.
  3. Harus realistis, mungkin hal ini telah sedikit di singgung pada poin sebelumnya. Hanya mempertegas saja, sebaiknya buatlah jadwal dengan pertimbangan yang matang sehingga dapat dijalankan dengan benar. Jangan missal rapat biasanya normal diadakan minimal berlangsung 1 jam lalu kita buat jadwal rapat hanya 30 menit. Agar lebih realistis lagi, jika mumungkinkan tambahkan waktu sekitar 10 hingga 20 persen sebagai waktu jeda, hal ini bertujuan untuk mengatisipasi hal-hal yang tidak diduga sebelumnya.
  4. Jika dalam jadwal kita melibatkan kontribusi dengan orang lain, maka sebisa mungkin tidak ada salahnya untuk mengusahakan melakukan konfirmasi ulang ke orang yang bersangkutan. Manfaatkan kemajuan teknologi, kita dapat meminta konfirmasi  orang lain tersebut missal dengan menggunakan email, sms, dll. Hal ini sangat berguna untuk mencegah kita dari kerugian waktu. Misal kita datang capek-capek untuk rapat, tapi ternyata rapat di-cancel, hmmm… Mungkin sudah terbanyang berapa kerugian waktu yang telah kita buang.
  5. Melakukan sikap ambil alih, maksudnya? Misal kita sudah selesai rapat, tentu jarang sekali dapat kesempatan untuk langsung mengerjakan jadwal berikutnya. Terkadang kita sering ngobrol dengan rekan kerja untuk beberapa saat, oleh karena itu disini fungsinya kita menyisihkan waktu jeda tambahan dalam setiap jadwal antara 10-20 persen. Namun terkadang obralan yang diluar jadwal tersebut melebar kemana-mana dan melebihi dari waktu cadangan tambahan yang telah kita sisipkan dijadwal. Menghadapi situasi seperti ini, kita harus bisa tegas untuk meminta ijin menyudahi pembicaraan atau pamit diri-lah bahasa ngtrend-nya (ingat: tentunya dengan cara yang sopannya!!!).
  6. Setelah seharian kita menjalankan aktivitas dan berusaha konsisten dengan jadwal yang kita buat, maka sebaiknya sesaat sebelum tidur dilakukan analisis secara keseluruhan. Hal ini bertujuan agar untuk hari selanjutnya kita dapat menjalankan jadwal yang telah dibut dengan lebih baik lagi.
Dengan menjalankan jadwal dengan baik, maka selain dapat memanfaatkan waktu dengan bijak, namun banyak hal positif lainnya yang dapat kita peroleh.
Allah telah bersumpah dengan waktu, demi waktu, demi masa, bahwa manusia akan merugi, kecuali bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan kebenaran. Manusia di planet bumi diberikan waktu yang sama, 24 jam sehari semalam. Namun dalam waktu yang 24 jam tersebut ada yang mencapai puncak kejayaan seluas-luasnya, namun dalam waktu yang bersamaan, batapa banyak manusia yang nyaris tak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa dan tak mampu berbuat apapun, padahal waktu yang diberikan Allah SWT, sama, 24 jam !
Waktu yang 24 jam, ada yang merasa terlalu sedikit, namun ada pula yang tak mampu menghabiskan waktu tersebut dengan kegiatan yang produktif, waktu hilang percuma, tak memberikan apapun padanya. Lebih celaka lagi, waktu yang banyak itu hanya di isi dengan bergunjing ke sana ke mari, menghasut seseorang dengan orang lain, sambil tetap tersenyum, seakan tanpa dosa. Padahal waktu yang diberikan Tuhan 24 jam itu, bisa digunakan dengan berbagai macam kegiatan yang produktfi, tahan lama dan mungkin juga mengabadi. Seperti tulisan para tokoh, yang mewariskan pada dunia dengan ilmu yang ditulisnya atau diababadikannya berupa karya/ketrampilan yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Bagi orang yang kreatif, waktu benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya, misalnya dengan membaca, mengarang, membuat ketrampilan, mengaji, mengkaji, menyusun buku dan berbuat sesuatu apapun demi kemaslahatan semua umat manusia. Itulah yang kata Nabi, manusia yang paling baik ! Nabi pernah bersabda : Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling berguna atau yang paling bermanfaat bagi sesamanya, manusia seperti ini cerdas dalam memanfaatkan waktu, dia tak mau kehilangan waktu semenitpun untuk perbuatan sia-sia, dalam diamnyapun, manusia seperti ini memanfaatkan waktunya dengan berdzikir dan merenungkan ciptaanNya, jadi dalam kedaan diampun dia masih produktif, yaitu berdzikir.
Waktu terus bergulir, berputar tak ada hentinya dan dengan perputaran waktu usia manusia terus bertambah sekaligus berkurang dari jatah yang sudah ditentukanNya. Umur kelihatannya bertambah, namun hakekatnya sedang menuju ke kematian atau menuju ke kuburan yaitu akhir perjalanan umat manusia.
Masihkah kau akan berkata ” tak punya waktu ? ” Waktu itu netral, kamulah yang mengatur sang waktu itu, untuk berbuat sesuatu. Kerjakanlah sesuatu yang dapat kau tinggalkan bagi generasi selanjutnya, isilah waktumu dengan hal-hal yang bermanfaat. Katakanlah : wahai sang waktu …. akan ku isi waktumu dengan apapun yang bermanfaat ! Jangan katakan : ” aku tak punya waktu ” omong kosong !
Jangan menyesal, ketika waktu telah lewat. Waktu bergerak terus ke depan, sang waktu tak kenal kata mundur, sang waktu hanya bergerak ke depan, maju, maju dan maju terus, bila kau diam, maka waktu akan menggilasmu, waktu akan “membunuh”mu dengan pedangnya yang sangat tajam, pedang yang tak ada seorangpun dapat menangkisnya ! Siapa yang bisa membunuh sang waktu ? Siapa yang bisa melawan sang waktu ? Siapa yang bisa “mengerem” sang waktu agar tak berputar ? Tak seorang pun bisa ! Maka pergunakanlah waktumu dengan apapun yang bermanfaat, syukur-syukur bermanfaat bagi kehidupan di Dunia maupun di Akherat ! Mari kita berlomba mengejar sang waktu, dengan karya kita sendiri, dengan tulisan kita sendiri, dengan menulis buku sendiri atau menciptakan apapun sendirian !
Ayo, mari kita kejar sang waktu, kita kejar waktu-waktu kita dengan karya-karya kita sendiri.

Minggu, 20 Mei 2012

Apa Poligami Itu Sunah



Nyatanya, sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Bayangkan, monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dari kalkulasi ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan "poligami itu sunah".
UNGKAPAN "poligami itu sunah" sering digunakan sebagai pembenaran poligami.
Namun, berlindung pada pernyataan itu, sebenarnya bentuk lain dari pengalihan tanggung jawab atas tuntutan untuk berlaku adil karena pada kenyataannya, sebagaimana ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129).
DALIL "poligami adalah sunah" biasanya diajukan karena sandaran kepada teks ayat Al Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) lebih mudah dipatahkan. Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami sebenarnya tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang.
Dari kedua ayat itu, beberapa ulama kontemporer, seperti Syekh Muhammad Abduh, Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan --ketiganya ulama terkemuka Azhar Mesir-- lebih memilih memperketat.
Lebih jauh Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar dan hanya dibenarkan secara syar'i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman (Tafsir al-Manar, 4/287).
Anehnya, ayat tersebut bagi kalangan yang propoligami dipelintir menjadi "hak penuh" laki-laki untuk berpoligami. Dalih mereka, perbuatan itu untuk mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Menjadi menggelikan ketika praktik poligami bahkan dipakai sebagai toak ukur keislaman seseorang: semakin aktif berpoligami dianggap semakin baik poisisi keagamaannya. Atau, semakin bersabar seorang istri menerima permaduan, semakin baik kualitas imannya. Slogan-slogan yang sering dimunculkan misalnya, "poligami membawa berkah," atau "poligami itu indah," dan yang lebih populer adalah "poligami itu sunah."
Dalam definisi fikih, sunah berarti tindakan yang baik untuk dilakukan. Umumnya mengacu kepada perilaku Nabi. Namun, amalan poligami, yang dinisbatkan kepada Nabi, ini jelas sangat distorsif.
Alasannya, jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak melakukannya sejak pertama kali berumah tangga?
Nyatanya, sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Bayangkan, monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dari kalkulasi ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan "poligami itu sunah".
Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Nabi sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Dengan menelusuri kitab Jami' al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya Imam Ibn al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi.
Bukti bahwa perkawinan Nabi untuk penyelesaian problem sosial bisa dilihat pada teks-teks hadis yang membicarakan perkawinan-perkawinan Nabi. Kebanyakan dari mereka adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu Bakr RA.
Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan "poligami itu sunah" juga merupakan reduksi yang sangat besar. Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya. Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma'âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami. Karena itu, Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.
Nabi dan larangan poligami
Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial (lihat pada Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 108-179). Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Sebaliknya, yang dilakukan Nabi adalah membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam berpoligami.
Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali.
Pada banyak kesempatan, Nabi justru lebih banyak menekankan prinsip keadilan berpoligami. Dalam sebuah ungkapan dinyatakan: "Barangsiapa yang mengawini dua perempuan, sedangkan ia tidak bisa berbuat adil kepada keduanya, pada hari akhirat nanti separuh tubuhnya akan lepas dan terputus" (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 168, nomor hadis: 9049). Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Nabi SAW menekankan pentingnya bersikap sabar dan menjaga perasaan istri.
Teks-teks hadis poligami sebenarnya mengarah kepada kritik, pelurusan, dan pengembalian pada prinsip keadilan. Dari sudut ini, pernyataan "poligami itu sunah" sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan Nabi. Apalagi dengan melihat pernyataan dan sikap Nabi yang sangat tegas menolak poligami Ali bin Abi Thalib RA. Anehnya, teks hadis ini jarang dimunculkan kalangan propoligami. Padahal, teks ini diriwayatkan para ulama hadis terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah.
Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).
Sama dengan Nabi yang berbicara tentang Fathimah, hampir setiap orangtua tidak akan rela jika putrinya dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami akan menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya.
Jika pernyataan Nabi ini dijadikan dasar, maka bisa dipastikan yang sunah justru adalah tidak mempraktikkan poligami karena itu yang tidak dikehendaki Nabi. Dan, Ali bin Abi Thalib RA sendiri tetap bermonogami sampai Fathimah RA wafat.
Poligami tak butuh dukungan teks
Sebenarnya, praktik poligami bukanlah persoalan teks, berkah, apalagi sunah, melainkan persoalan budaya. Dalam pemahaman budaya, praktik poligami dapat dilihat dari tingkatan sosial yang berbeda.
Bagi kalangan miskin atau petani dalam tradisi agraris, poligami dianggap sebagai strategi pertahanan hidup untuk penghematan pengelolaan sumber daya. Tanpa susah payah, lewat poligami akan diperoleh tenaga kerja ganda tanpa upah. Kultur ini dibawa migrasi ke kota meskipun stuktur masyarakat telah berubah. Sementara untuk kalangan priayi, poligami tak lain dari bentuk pembendamatian perempuan. Ia disepadankan dengan harta dan takhta yang berguna untuk mendukung penyempurnaan derajat sosial lelaki.
Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan proses dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan Freire, dehumanisasi dalam konteks poligami terlihat mana kala perempuan yang dipoligami mengalami self-depreciation. Mereka membenarkan, bahkan bersetuju dengan tindakan poligami meskipun mengalami penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang menganggap penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri.
Dalam kerangka demografi, para pelaku poligami kerap mengemukakan argumen statistik. Bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah kerja bakti untuk menutupi kesenjangan jumlah penduduk yang tidak seimbang antara lelaki dan perempuan. Tentu saja argumen ini malah menjadi bahan tertawaan. Sebab, secara statistik, meskipun jumlah perempuan sedikit lebih tinggi, namun itu hanya terjadi pada usia di atas 65 tahun atau di bawah 20 tahun. Bahkan, di dalam kelompok umur 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan 45-49 tahun jumlah lelaki lebih tinggi. (Sensus DKI dan Nasional tahun 2000; terima kasih kepada lembaga penelitian IHS yang telah memasok data ini).
Namun, jika argumen agama akan digunakan, maka sebagaimana prinsip yang dikandung dari teks-teks keagamaan itu, dasar poligami seharusnya dilihat sebagai jalan darurat. Dalam kaidah fikih, kedaruratan memang diperkenankan. Ini sama halnya dengan memakan bangkai; suatu tindakan yang dibenarkan manakala tidak ada yang lain yang bisa dimakan kecuali bangkai.
Dalam karakter fikih Islam, sebenarnya pilihan monogami atau poligami dianggap persoalan parsial. Predikat hukumnya akan mengikuti kondisi ruang dan waktu. Perilaku Nabi sendiri menunjukkan betapa persoalan ini bisa berbeda dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lain. Karena itu, pilihan monogami-poligami bukanlah sesuatu yang prinsip. Yang prinsip adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar syariah, yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan mudarat atau kerusakan (mafsadah).
Dan, manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai-nilai prinsipal dalam kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya perempuan diletakkan sebagai subyek penentu keadilan. Ini prinsip karena merekalah yang secara langsung menerima akibat poligami. Dan, untuk pengujian nilai-nilai ini haruslah dilakukan secara empiris, interdisipliner, dan obyektif dengan melihat efek poligami dalam realitas sosial masyarakat.
Dan, ketika ukuran itu diterapkan, sebagaimana disaksikan Muhammad Abduh, ternyata yang terjadi lebih banyak menghasilkan keburukan daripada kebaikan. Karena itulah Abduh kemudian meminta pelarangan poligami.
Dalam konteks ini, Abduh menyitir teks hadis Nabi SAW: "Tidak dibenarkan segala bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain." (Jâmi'a al-Ushûl, VII, 412, nomor hadis: 4926). Ungkapan ini tentu lebih prinsip dari pernyataan "poligami itu sunah".
Faqihuddin Abdul Kodir Dosen STAIN Cirebon dan peneliti Fahmina Institute Cirebon, Alumnus Fakultas Syariah Universitas Damaskus, Suriah


Sabtu, 19 Mei 2012

Aku dan Siput


Suatu hari di pagi yang sangat indah, Tuhan memberiku tugas untuk membawa siput jalan-jalan, aku merasa kesal karna aku tidak dapat berjalan dengan cepat, sekalipun siput sudah berusaha keras mengikutiku dia haya mampu beralih sedik demi sedikit, aku kesal lalu aku menarik, menyeret dan menendangnya siputpun menjadi terluka, ia mengucurkan keringat, nafas tersengal susah payah dia terus bergerak, aku mendesak, menghardik dan memarahinya, siputpun memandangku dengan pandangan meminta maaf seraya berkata “maaf aku sudah berusaha sekuat tenaga” aku tak tahan dan akupun berteriak “tuhan mengapa engkau menyuruhku berjaln-jalan dengan seekor siput” apa maksudmu?? Tiba-tiba aku merasa langit sunyi senyap siput menghilang dari pandanganku inikah jawaban mu tuhan,,,,,,,,,,,? Dia menyingkirkan siput dari kahidupanku.
Naiklah!
Tugasku sudah selesai, tetapi aku melihat siput merangkak di depanku aku terpaksa berjalan kesal dibelakangnya aku pelankan langkah dan menenangkan hati dan ‘sesuatu’ datang di dalm hatiku, rupanya inilah yang tuhan maksudkan siputlah yang menuntun langkahku bukan sebaliknya, aku diminta perlahan-lahan saat kita dipertemukan dengan oranglain, saat sang penolong menemukan diri kita. Ingat. Bahwa itu anugrah yang mahal harganya, karna dia hidup kita dirubah- nya, saat kita masih memiliki orang-orang yang kita kasihi, berusahalah memperoleh kesempatan mengisi waktu bersama mereka, karna ketika mereka pergi semuanya menjadi terlambat, saat kita dipertemukan dengan teman yang dapat dipercaya, berusahalah untuk rukun bersamanya, karna seumur hidup manusia teman sejati tidak mudah ditemaukan “frieandship are fragile thing and require as much handling as any other fragile and precious thing”  saat mengingat teman yang kita sayangi dia tidak membalas kebaikan kita, bisakah kita berdoa untuk kebaikanya? Bukankah kita berharap dia bahagia, saat ingat orang yang pernah kita cintai tapi semua telah berakhir “I promise to love you” berilah senyum manis ketika semua kenangan yang telah terjadi, karna dia telah memberi tentang kisah sejati “look I can still smile without you”  saat mengingat orang yang kita benci mulailah untuk memaafkanya, kehadiranya telah memberi kita untuk lebih bijak, saat ingat orang yang telah berkhianat dengan  kita, pikirkan dia secara positif, jika bukan karna dia hari ini kita tak pernah memahami dunia dari dua sisi, saat ingat orang yang meninggalkan kita pergi begitu saja, berterima kasihlah karna dia pernah ada dalam hidup kita, karna dia telah membuat kita peduli terhadap perasaan sesama saat bertemu deanga orang yang salah paham dengan kita, carilah kesempatan untuk menjelaskan siapa tau ini adalah perjumpaan akhir deanganya. Ketika kita bertemu dengaan seseorang yang ingin menemani kita seumur hidup peliharalah cinta yang ada karna dia merupakan anugrah terindah dalam hidup kita. Marilah kita selidiki hati kita, apakah kita sedang merasa repot untuk menyingkirkan siput-siput yang tidak nyaman dalam hidup kita?
Renungakan kembali, tak segala sesuatu terjadi pada diri kita begitu saja, rencana tuhan mengaturnya demi kebaikan kita, ketika kita berjumpa dengan seseorang mungkin itulah kesempatan kita untuk saling melengkapi tidak saling membahagiakan kadang-kadang tampak saling menyakitkan, saatnyalah untuk kita berjalan perlahan merenungkan arti keberadaanya dalm kehidupan kita, sahabatku...
Ingatlah,,, setiap perkara dalam kehidupan kita dia maha mengetahui dan itu adalah rencananya, jika suatu saat kita jauh dan terluka kehilangan dan ditinggalkan.
Yakinlah,,,,
Dia tidak akan meninggalkan kita, dia maha mengetahui apa yang terbaik untuk kita “everything happens for a reason there is no coincidence” dan ada kalanya di tidak memenuhi keinginan kita tetapi dia memberikan apa yang kita butuhkan.